Serikat Karyawan
SERIKAT KARYYAWAN
BAB I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.
Latar Belakang
Dalam kegiatan ekonomi, ada beberapa hal yang menjadi faktor
penentu keberhasilan sutu perusahaan, diantaranya adalah baiknya sumber daya
manusia yang dimiliki oleh perusahaan. Para manajer sangat sadar akan nilai investasi
mereka dalam hal sumber daya manusia. Mulai dari menemukan, mempekerjakan,
memotivasi, melatih, mendisiplinkan, dan mengembangkan karyawan menjadi
prioritas nomor satu bagi mayoritas bisnis.
Adanya hubungan ketenagakerjaan (labour relations) yang merupakan hubungan berkesinambungan di antara sekolompok karyawan dengan manajemen perusahaan, memungkinkan para karyawan membentuk suatu perkumpulan atau organisasi yang dinamakan serikat karyawan. Terbentuknya serikat karyawan ini dikarenakan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap berbagai kondisi perusahaan. Hubungan ini meliputi negosiasi kontrak tertulis menyangkut gaji, jam kerja, ketentuan kerja dan intepretasi serta pelaksanaan kontrak selama jangka waktu berlakunya. Pengetahuan tentang hubungan ketenagakerjaan dan perundingan bersama adalah penting. Pada kenyataannya, sulit memisahkan hubungan ketenagakerjaan sebagai fungsi sumber daya manuusia dari banyak aktivitas sumber daya manusia lainnya.
Penggunaan kegiatan kolektif seperti serikat karyawan ini, menciptakan berbagai kendala atau batasan baru bagi manajemen personalia. Batasan-batasan baru ini dalam praktek pelaksanaanya sulit diterima para manajer. Ini tidak berarti akhir kesuksesan dari suatu organisasi, karena masih banyak perusahaan yang sukses dalam menjalankan usahanya dengan mempunyai satu atau lebih serikat karyawan.
Adanya hubungan ketenagakerjaan (labour relations) yang merupakan hubungan berkesinambungan di antara sekolompok karyawan dengan manajemen perusahaan, memungkinkan para karyawan membentuk suatu perkumpulan atau organisasi yang dinamakan serikat karyawan. Terbentuknya serikat karyawan ini dikarenakan rasa ketidakpuasan karyawan terhadap berbagai kondisi perusahaan. Hubungan ini meliputi negosiasi kontrak tertulis menyangkut gaji, jam kerja, ketentuan kerja dan intepretasi serta pelaksanaan kontrak selama jangka waktu berlakunya. Pengetahuan tentang hubungan ketenagakerjaan dan perundingan bersama adalah penting. Pada kenyataannya, sulit memisahkan hubungan ketenagakerjaan sebagai fungsi sumber daya manuusia dari banyak aktivitas sumber daya manusia lainnya.
Penggunaan kegiatan kolektif seperti serikat karyawan ini, menciptakan berbagai kendala atau batasan baru bagi manajemen personalia. Batasan-batasan baru ini dalam praktek pelaksanaanya sulit diterima para manajer. Ini tidak berarti akhir kesuksesan dari suatu organisasi, karena masih banyak perusahaan yang sukses dalam menjalankan usahanya dengan mempunyai satu atau lebih serikat karyawan.
2. Rumusan Masalah
A. Apa yang dimaksud dengan serikat karyawan?
B. Apa saja dampak dari serikat kerja?
C. Apakah hubungan serikat karyawan dengan manajemen sumber
daya manusia?
D. Apa saja tipe-tipe serikat karyawan?
E. Bagaimanakah struktur serikat karyawan?
F. Apa yang dimaksud dengan perundingan kerja bersama?
3. Tujuan
Pembahasan Makalah
A. Mengetahui apa yang dimaksud dengan serikat karyawan.
B. Mengetahui dampak dari serikat kerja
C. Mengetahui hubungan serikat karyawan dengan manajemen
sumber daya manusia.
D. Mengetahui tipe-tipe serikat karyawan
E. Mengetahui struktur serikat karyawan.
F. Mengetahui apa yang dimaksud dengan perundingan kerja
bersama.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
1. Pengertian Serikat Karyawan
Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah
organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan
pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan
sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kepentingan dominan yang
diperjuangkan serikat karyawan tersebut adalah kepentingan ekonomi. Dalam
bidang ini, berbagai keinginan dan permintaan akan kenaikan gaji atau upah,
pengurangan jam kerja dan perbaikan kondisi-kondisi kerja adalah beberapa
contoh kepentingan yang terpenting bagi serikat karyawan.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan atau persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi anggota serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.
Kehadiran serikat kerja mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Proses perekrutan, prosedur seleksi, tingkat upah, kenaikan gaji, paket tunjangan, system keluhan, dan prosedur disiplin dapat berubah secara drastis disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement). Tanpa kehadiran serikat pekerja, perusahaan leluasa mengambil keputusan unilateral menyangkut gaji, jam kerja, dan kondisi kerja. Keputusan ini dilakukan oleh perusahaan tanpa masukan atau persetujuan dari kalangan karyawan. Karyawan-karyawan yang tidak menjadi anggota serikat pekerja harus menerima persyaratan manajemen, menegosiasikannya dengan serikat pekerja dalam hal pengambilan keputusan bilateral (bilateral decision making) mengenai tingkat gaji, jam kerja, kondisi kerja, dan masalah keamanan kerja lainnya. Alih-alih menghadapi setiap karyawan secara satu per satu, perusahaan harus berunding dengan seriakat pekerja yang mewakili kalangan pekerja.
Serikat pekerja biasanya mencoba memperluas pengaruhnya ke dalam wilayah lain manajemen seperti penjadwalan kerja, penyusunan standar kerja, desain ulang pekerjaan, dan pengenalan peralatan dan metode baru. Perusahaan umumnya juga menolak pelanggaran batas ke dalam wilayah pengambilan keputusan ini dengan mengklaim bahwa persoalan tersebut merupakan hak prerogatif manajemen.
2. Dampak Serikat Karyawan
Menurut Pasal 104 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tahun
2003, setiap pekerja berhak membentuk dan menjadi anggota serikat karyawan. Ada
dua perspektif perihal dampak serikat karyawan: perspektif monopoli (monopoly
perspective) dan perspektif suara kolektif (collective voice perspective).
Dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya serikat pekerja antara lain:
A. Dampak Monopoli Perspektif monopoli atas serikat pekerja bermula dari premis bahwa serikat karyawan menaikan upah di atas tingkat upah kompetitif. Seberapa banyak serikat pekerja menaikkan upah adalah bervariasi di seluruh pasar tenaga kerja, industri, jabatan, kelompok demografis dan prosedur estimasi dan data.serikat kerja tampaknya berpengaruh positif pula terhadap tunjangan pelengkap (fringe benefit). Kemajemukan dampak gaji serikat pekerja di semua industry sebagian disebabkan oleh kemampuan serikat karyawan membawa “upah keluar dari kompetisi.” Apabila serikat pekerja menaikkan gaji terlalu tinggi di suatu pasar kompetitif, maka mereka mengancam kelasngsungan hidup perusahaan dan dirinya sendiri.
Upah dapat dibawa keluar dari kompetisi melalui beberapa cara.
Pertama, tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitive terhadap perubahan upah. Yakni, para konsumen akan menyerap biaya tenaga kerja yang melambung tanpa mengimbangi dampak pekerjaan. Kedua, tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja. B. Dampak Suara Kolektif Sebagian besar karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat karyawan. Para karyawan ini mempunyai beberapa pilihan manakala mereka tidak puas dengan pekerjaan: mereka tidak berbuat apa-apa, mereka dapat berhenti dari pekerjaan atau mereka mengeluh dan mencoba memperbaiki kondisi di seputar mereka. Di samping itu, banyak karyawan yang takut dipecat sehingga mereka menyembunyikan perasaanya. Sebagian karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat pekerja. Penggabungan diri dan penggalangan suara kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen
C. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas Serikat karyawan memiliki sumber kekuatan dan pengaruh yang luar biasa terhadap praktik-praktik manajerial, perilaku pekerja, dan kondisi dasar pekerjaan. Serikat pekerja mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerja bersama antara manajemen karyawan. Kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan yang tidak mendapat tantangan menyangkut gaji, promosi, transfer, pemecatan, dan urusan personalia lainnya seringkali dibatasi secara signifikan di bawah perjanjian perundingan kerja bersama. Hak manajemen boleh jadi merupakan persoalan paling kontroversial dalam hubungan manajemen serikat pekerja. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja bersama menetapkan bahwa manajemen mempunyai hak untuk membuat keputusan menyangkut strategi korporat lini produk, lokasi pabrik dan kebijakan penentuan harga. Kontrak perjanjian kerja bersama antara manajemen dan serikat pekerja biasanya mencakup dua sampai tiga tahun. Karena terikat dengan ketentuan dan kondisi kepegawaian untuk waktu yang lama, manajemen dan serikat pekerja tidak mampu merundingkan perubahan yang dikehendaki sampai kontrak habis masa berlakunya. Meskipun tertera ketentuan untuk menegosiasikan perubahan dalam butir tertentu pada saat kontrak masih berlaku, serikat pekerja dengan sekuat tenaga bakal menolak upaya manajemen untuk mengambil sesuatu dari kalangan karyawan. Sebagai contoh, manajemen mungkin merasa bahwa hak khusus tidak kerja karena sakit terlampau liberal dan menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi.
Agitasi yang senantiasa berkecamuk diantara kalangan karyawan dan manajemen sering menumbuhkan iklim kerja yang mempercepat putaran dan ketidakhadiran karyawan yang tinggi serta moral kerja dan produktivitas yang rendah. Hal ini tidak untuk menunjukan kesan bahwa kemitraan manajemen buruh yang kooperatif dan bebas konflik tidak ada dalam masyarakat industrial. Banyak perusahaan yang menikmati ketiadaan pemogokan, merasakan hubungan manajemen karyawan yang harmonis selama bertahun-tahun. Namun, potensi konflik manajemen dan karyawan harus menjadi perhatian utama bagi manajer-manajer masa depan yang kelak mengemban tangguung jawab yang besar atas penciptaan dan pemeliharaan perdamaian antara pekerja dan manajemen. Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah ketakutan bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Serikat pekerja pada intinya berkepentingan dengan keamanan kerja dari anggota-anggota dan teknologi komputer robotika dan otomasi menjadi ancaman bagi pekerjaan-pekerjaan itu.
A. Dampak Monopoli Perspektif monopoli atas serikat pekerja bermula dari premis bahwa serikat karyawan menaikan upah di atas tingkat upah kompetitif. Seberapa banyak serikat pekerja menaikkan upah adalah bervariasi di seluruh pasar tenaga kerja, industri, jabatan, kelompok demografis dan prosedur estimasi dan data.serikat kerja tampaknya berpengaruh positif pula terhadap tunjangan pelengkap (fringe benefit). Kemajemukan dampak gaji serikat pekerja di semua industry sebagian disebabkan oleh kemampuan serikat karyawan membawa “upah keluar dari kompetisi.” Apabila serikat pekerja menaikkan gaji terlalu tinggi di suatu pasar kompetitif, maka mereka mengancam kelasngsungan hidup perusahaan dan dirinya sendiri.
Upah dapat dibawa keluar dari kompetisi melalui beberapa cara.
Pertama, tuntutan serikat pekerja mungkin relatif tidak sensitive terhadap perubahan upah. Yakni, para konsumen akan menyerap biaya tenaga kerja yang melambung tanpa mengimbangi dampak pekerjaan. Kedua, tingkat organisasi serikat pekerja di dalam suatu pasar tertentu dapat pula mempengaruhi kekuatan monopoli serikat pekerja. B. Dampak Suara Kolektif Sebagian besar karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat karyawan. Para karyawan ini mempunyai beberapa pilihan manakala mereka tidak puas dengan pekerjaan: mereka tidak berbuat apa-apa, mereka dapat berhenti dari pekerjaan atau mereka mengeluh dan mencoba memperbaiki kondisi di seputar mereka. Di samping itu, banyak karyawan yang takut dipecat sehingga mereka menyembunyikan perasaanya. Sebagian karyawan merasa bahwa lebih mudah bertarung demi perbaikan kerja melalui serikat pekerja. Penggabungan diri dan penggalangan suara kolektif (collective voice) menawarkan perlindungan dari ketakutan ancaman manajemen
C. Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas Serikat karyawan memiliki sumber kekuatan dan pengaruh yang luar biasa terhadap praktik-praktik manajerial, perilaku pekerja, dan kondisi dasar pekerjaan. Serikat pekerja mengakibatkan erosi signifikan atas otoritas pengambilan keputusan manajerial untuk mengendalikan kalangan karyawan. Banyak keputusan personalia penting yang harus sesuai dengan isi kontrak perjanjian perundingan kerja bersama antara manajemen karyawan. Kemampuan manajemen dalam mengambil keputusan yang tidak mendapat tantangan menyangkut gaji, promosi, transfer, pemecatan, dan urusan personalia lainnya seringkali dibatasi secara signifikan di bawah perjanjian perundingan kerja bersama. Hak manajemen boleh jadi merupakan persoalan paling kontroversial dalam hubungan manajemen serikat pekerja. Sebagian besar perjanjian perundingan kerja bersama menetapkan bahwa manajemen mempunyai hak untuk membuat keputusan menyangkut strategi korporat lini produk, lokasi pabrik dan kebijakan penentuan harga. Kontrak perjanjian kerja bersama antara manajemen dan serikat pekerja biasanya mencakup dua sampai tiga tahun. Karena terikat dengan ketentuan dan kondisi kepegawaian untuk waktu yang lama, manajemen dan serikat pekerja tidak mampu merundingkan perubahan yang dikehendaki sampai kontrak habis masa berlakunya. Meskipun tertera ketentuan untuk menegosiasikan perubahan dalam butir tertentu pada saat kontrak masih berlaku, serikat pekerja dengan sekuat tenaga bakal menolak upaya manajemen untuk mengambil sesuatu dari kalangan karyawan. Sebagai contoh, manajemen mungkin merasa bahwa hak khusus tidak kerja karena sakit terlampau liberal dan menyebabkan ketidakhadiran yang tinggi.
Agitasi yang senantiasa berkecamuk diantara kalangan karyawan dan manajemen sering menumbuhkan iklim kerja yang mempercepat putaran dan ketidakhadiran karyawan yang tinggi serta moral kerja dan produktivitas yang rendah. Hal ini tidak untuk menunjukan kesan bahwa kemitraan manajemen buruh yang kooperatif dan bebas konflik tidak ada dalam masyarakat industrial. Banyak perusahaan yang menikmati ketiadaan pemogokan, merasakan hubungan manajemen karyawan yang harmonis selama bertahun-tahun. Namun, potensi konflik manajemen dan karyawan harus menjadi perhatian utama bagi manajer-manajer masa depan yang kelak mengemban tangguung jawab yang besar atas penciptaan dan pemeliharaan perdamaian antara pekerja dan manajemen. Sumber kekhawatiran lainnya perihal pembentukan serikat pekerja adalah ketakutan bahwa perjanjian perundingan kerja bersama tidak akan membolehkan perusahaan untuk memanfaatkan kemajuan teknologi secara optimal. Serikat pekerja pada intinya berkepentingan dengan keamanan kerja dari anggota-anggota dan teknologi komputer robotika dan otomasi menjadi ancaman bagi pekerjaan-pekerjaan itu.
3. Hubungan Serikat Karyawan dengan Manajemen Sumber Daya
Manusia
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Bila misi pergerakan karyawan adalah untuk melindungi para karyawan, meningkatkan kesejahteraan mereka, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi-kondisi kerja dan membantu karyawan pada umumnya, maka pendekatan ini dikenal sebagai business unionism. Di lain pihak, bila misi tertuju pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan politik yang lebih luas, disebut dengan social unionism. Dalam hubunganya, manajemen sumber daya manusia dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun social unionism. Perkembangan berbagai bentuk kompensasi tambahan (fringe benefits) pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang langsung dari serikat karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan karyawan-karyawan yang berkualitas.
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Bila misi pergerakan karyawan adalah untuk melindungi para karyawan, meningkatkan kesejahteraan mereka, menuntut kenaikan gaji, memperbaiki kondisi-kondisi kerja dan membantu karyawan pada umumnya, maka pendekatan ini dikenal sebagai business unionism. Di lain pihak, bila misi tertuju pada kebijaksanaan-kebijaksanaan sosial, ekonomi dan politik yang lebih luas, disebut dengan social unionism. Dalam hubunganya, manajemen sumber daya manusia dipengaruhi baik oleh tujuan-tujuan business unionism maupun social unionism. Perkembangan berbagai bentuk kompensasi tambahan (fringe benefits) pada umumnya merupakan hasil tekanan langsung atau bidang langsung dari serikat karyawan. Bahkan tanpa adanya tekanan-tekanan tersebut, perusahaan harus selalu memperbaiki program kompensasinya agar tetap bisa bersaing dalam memperebutkan karyawan-karyawan yang berkualitas.
4. Tipe-Tipe Serikat Karyawan
A. Craft Union
Yaitu serikat karyawan yang anggotanya terdiri dari para
karyawan atau pekerja yang mempunyai ketrampilan yang sama, seperti misal
tukang-tukang kayu, tukang batu, dsb.
B. Industrial Unions
B. Industrial Unions
Yaitu serikat karyawan yang dibentuk berdasar lokasi
pekerjaan yang sama. Serikat ini terdiri dari para pekerja yang tidak
berketrampilan (unskilled) maupun yang berketrampilan (skilled) yang ada dalam
suatu perusahaan atau industri tertentu tanpa memperhatikan sifat pekerjaan
mereka.
C. Mixed Unions
C. Mixed Unions
Yaitu serikat karyawan yang mencakup para pekerja terampil,
tidak terampil dan setengah terampil dari suatu lokal tertentu tidak memandang
dari industri mana. Bentuk serikat karyawan ini mengkombinasikan antara craft
unions dan industrial unions.
5. Struktur Serikat Karyawan
Pada umumnya karyawan akan kehilangan kontak langsung dengan
pimpinan atau pemilik perusahaan dengan semakin berkembangnya perusahaan
tersebut. Kedaan ini menyababkan munculnya serikat-serikat karyawan untuk
membantu para pekerja mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut
pekerjaaan mereka. Melalui serikat karyawan, para pekerja dapat berupaya untuk
mengendalikan “pekerjaan-pekerjaan” dan “lingkungan kerja” mereka.
Serikat karyawan local (local unions) merupakan
bentuk basis organisasi buruh, dan bagian yang paling penting dari struktur
serikat karyawan. Serikat karyawan lokal memberikan kepada para anggota
“revenue” dan kekuatan penggerakan serikat secara keseluruhan. Serikat lokal
ini sering disebut serikat buruh cabang. Selanjutnya, serikat karyawan berbagai
cabang bergabubg dan membentuk serikat karyawan nasional (national unions).
Tugas serikat nasional ini adalah untuk mewakili karyawan dalam penyelesaiaan
masalah-masalah yang kepentingannya bersifat nasional. Disamping itu, beberapa serikat karyawan bisa
membentuk organisasi karyawan di tingkat daerah. Gabungan berbagai serikat
karyawan di suatu daerah disebut serikat karyawan regional. Alasan yang
mendasari terbentuknya serikat regional bisa merupakan persamaan kepentingan,
keunikan masalah-masalah hubungan perburuhan secara geografis, jauhnya jarak
antara serikat karyawan suatu cabang dengan cabang lain, atau sebab-sebab
lainnya.
6. Perundingan Kerja Bersama Perundingan kerja bersama (collective bargaining)
adalah proses dimana perwakilan serikat pekerja (representative) dua kelompok
bertemu dan bermaksud untuk merundingkan atau negosiasi suatu perjanjian yang
mengatur hubungan-hubungan kedua pihak di waktu yang akan datang. Dalam
kerangka serikat karyawan dan manajemen, perundingan kolektif merupakan proses
negosiasi antara pihak karyawan yang diawali oleh serikat karyawan dengan pihak
manajemen untuk menetapkan syarat-syarat hubungan kerja. Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban
dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai
gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi serta penerapan
kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama
mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan
merevisi peraturan kerja melalui negosiasi perjanjian atau kontrak kerja.
2) Melaksanakan
hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk
sebuah metode penyelesaian perselisihan selama masa berlakunya kontrak.
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak. Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat. Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu. Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan bagaimana kontrak akan dilaksanakan.
7. Faktor-Faktor Pengaruh Dalam Perundingan Kerja Bersama.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perundingan kerja bersama yang akan mempengaruhi sikap, proses dan hasil perundingan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah:
Manajemen membayar karyawan-karyawannya untuk pekerjaan mereka. Namun demikian kedua belah pihak memiliki gagasan-gagasan yang berlainan perihal kondisi pertukaran tersebut. Perbedaan tersebut merupakan titik tolak negosiasi karena masing-masing pihak memiliki kebijakan mengenai bagaimana kebutuhannya akan dipenuhi. Kedua belah pihak lantas berkomunikasi guna menentukan bagaimana setiap kebutuhan dapat dipertemukan dalam batas garis kebijaksanaan kedua belah pihak. Perundingan kerja bersama pada dasarnya terdiri atas wakil manajemen perusahaan dan wakil serikat pekerja yang bersama-sama mencapai persetujuan yang akan dapat diterima oleh pemilik atau pendukung mereka. Prosesnya dapat mulus dan tidak rumit manakala kedua belah pihak ingin berunding secara kooperatif untuk mencapai kata sepakat. Meskipun demikian, prosesnya juga bisa menjadi sangat pelik dan memakan waktu. Persoalan besar yang menghadang perundingan kerja bersama adalah siapa yang bakal mewakili pekerja, persoalan apa yang akan dinegosiasikan kedalam kontrak, strategi apa yang digunakan dalam perundingan, bagaimana kebuntuan perundingan akan diatasi, dan bagaimana kontrak akan dilaksanakan.
7. Faktor-Faktor Pengaruh Dalam Perundingan Kerja Bersama.Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perundingan kerja bersama yang akan mempengaruhi sikap, proses dan hasil perundingan. Diantara faktor-faktor tersebut adalah:
a. Cakupan perundingan
Yaitu banyaknya buruh yang akan terkena hasil perundingan
atau perjanjian kerja. Apakah berlaku untuk para karyawan dalam suatu
departemen, divisi, perusahaan atau seluruh karyawan dalam suatu industri.
b. Tekanan-tekanan perundingan serikat karyawan
Serikat karyawan mempunyai beberapa strategi dan taktik
tertentu yang digunakan untuk memaksakan kelonggaran-kelonggaran yang lebih
besar dai perusahaan. Selain menggunakan taktik tawar-menawar atau sering dikenal
dengan istilah “perdagangan sapi”, ada tiga tipe tekanan yang lebih kuat yang
kadang-kadang digunakan:
• Pemogokan (strikes)
• Pemogokan (strikes)
• Picketing (mencegah karyawan-karyawan yang ingin masuk
kerja sewaktu diadakan pemogokan)
• Boikot
c. Peranan pemerintah
Kedua belah pihak, serikat karyawan dan buruh, sering lebih
senang mempersilahkan intervensi pemerintah untuk menyelesaikan berbagai
masalah hubungan kerja mereka. Intervensi ini paling tidak dalam bentuk
perundang-undangan dan peraturan di bidang perburuhan.
d. Kesediaan perusahaan
d. Kesediaan perusahaan
Kesediaan perusahaan untuk berunding secara terbuka dengan
serikat karyawan ditentukan oleh kemampuan atau kekuatan perusahaan, filsafat
kepemimpinan, gaya manajemen dan kemungkinan penggunaan alat-alat pemaksa
(misal, pemecatan, skorsing, demosi, dsb)
BAB III
KESIMPULAN
KESIMPULAN
1. Serikat karyawan (labour union atau trade union) adalah organisasi para pekerja yang dibentuk untuk mempromosikan atau menyatakan pendapat, melindungi, dan memperbaiki, melalui kegiatan kolektif, kepentingan-kepentingan sosial, ekonomi, dan politik para anggotanya. Kehadiran serikat kerja ini mengubah secara signifikan beberapa aktivitas sumber daya manusia. Hal ini disebabkan oleh ketentuan perjanjian perundingan kerja bersama (collective bargaining agreement).
2.Dampak-dampak yang ditimbulkan dengan adanya serikat pekerja antara lain:
a. Dampak Monopoli
b.
Dampak Suara Kolektif
c.
Dampak Terhadap Manajemen dan Produktivitas
3.Hubungan serikat karyawan dengan manajemen sumber daya
manusia
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Untuk memahami bagaimana dan mengapa serikat karyawan mempengaruhi manajemen sumber daya berbeda.
4.Tipe-tipe serikat karyawan ada tiga macam, yaitu:
a. Craft Unions
Keberadaan serikat karyawan merubah lingkungan kerja dan hubungan antara para karyawan dengan organisasi, terutama peranan penyelia dan departemen personalia. Untuk memahami bagaimana dan mengapa serikat karyawan mempengaruhi manajemen sumber daya berbeda.
4.Tipe-tipe serikat karyawan ada tiga macam, yaitu:
a. Craft Unions
b.
Industrial Unions
c.
Mixed Unions
5. Perundingan kerja bersama adalah proses dimana perwakilan
serikat pekerja (representative) dua kelompok bertemu dan bermaksud untuk
merundingkan atau negosiasi suatu perjanjian yang mengatur hubungan-hubungan
kedua pihak di waktu yang akan datang.
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi seta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
Proses ini meliputi pengakuan awal hak dan kewajiban dari serikat pekerja dan manajemen, negosiasi sebuah kontrak tertulis mengenai gaji, jam kerja, dan kondisi kerja lainnya dan interpretasi seta penerapan kontrak selama periode waktu berlakunya proses perundingan kerja bersama mempunyai tiga fungsi utama:
1) Menyusun dan merevisi peraturan kerja melalui negosiasi
perjanjian atau kontrak kerja.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
2) Melaksanakan hasil perundingan kerja bersama.
3) Membentuk sebuah metode penyelesaian perselisihan selama
masa berlakunya kontrak.
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR PUSTAKA
Moekijat. Manajemen Tenaga Kerjadaaan Hubungan Kerja.2003.CV Point Jaya: Bandung.
Grenshing L, Human. Resources Book: Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis.2008. Prenada Media Group: Jakarta.
Handoko, H. Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia.
2001. BPFE Yogyakarta: Yogyakarta.
Strauss, G. MANAJEMEN PERSONALIA Segi Manusia dalam
Organisasi. 1990. IPPM dan PT Pustaka Binaman Pressindo: Jakarta.
Simamora, Henry. Manajemen Sumber Daya Manusia.
2006. STIE YKPN: Jakarta Selatan.
Komentar
Posting Komentar