Kepuasan Kerja
Kepuasan Kerja
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Kepuasan
kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk mendapatkan hasil
kerja yang optimal. Ketika seorang merasakan kepuasan dalam bekerja tentunya ia
akan berupaya semaksimal mungkin dengan segenap kemampuan yang dimilikinya
untuk menyelesaikan tugas pekerjaannya. Dengan demikian produktifitas hasil
kerja pegawai akan meningkat secara optimal.
Definisi
kepuasan kerja menurut Stamps (dalam Taunton, dkk, 2004) seberapa jauh
seseorang menyukai pekerjaannya. Semakin orang tersebut menyukai pekerjaannya,
maka semakin puaslah dia terhadap pekerjaannya.
Menurut
Angga Leo : Kepuasan itu terjadi apabila kebutuhan-kebutuhan individu sudah
terpenuhi dan terkait dengan derajat kesukaan dan ketidaksukaan dikaitkan
dengan Pegawai; merupakan sikap umum yang dimiliki oleh Pegawai yang erat
kaitannya dengan imbalan-imbalan yang mereka yakini akan mereka terima setelah
melakukan sebuah pengorbanan. Apabila dilihat dari pendapat Robin tersebut
terkandung dua dimensi, pertama, kepuasan yang dirasakan individu yang titik
beratnya individu anggota masyarakat, dimensi lain adalah kepuasan yang
merupakan sikap umum yang dimiliki oleh pegawai.
1.2 Tujuan
Penulis
a. Untuk
mengetahui Pengertian Kepuasan Kerja
b. Untuk
mengetahui Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
c. Untuk
mengetahui Teori-teori Kepuasan Kerja
d. Untuk
mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
KEPUASAN KERJA
Pengertian
Kepuasan Kerja adalah salah satu sarana penting pada manjemen sumber daya
manusia dalam sebuah orgaisasi adalah terciptanya kepuasan kerja para pegawai/
karyawan. Berikut pengertian-pengertian kepuasan kerja menutur beberapa pakar :
Kepuasan
kerja menurut Susilo Martoyo (1992 : 115), pada dasarnya merupakan salah satu
aspek psikologis yang mencerminkan perasaan seseorang terhadap pekerjaannya,ia
akan merasa puas dengan adanya kesesuaian antara kemampuan, keterampilan dan
harapannya dengan pekerjaan yang ia hadapi. Kepuasan sebenarnya merupakan
keadaan yang sifatnya subyektif yang merupakan hasil kesimpulan yang didasarkan
pada suatu perbandingan mengenai apa yang diterima pegawai dari pekerjaannya
dibandingkan dengan yang diharapkan, diinginkan, dan dipikirkannya sebagai hal
yang pantas atau berhak atasnya. Sementara setiap karyawan/ pegawai secara
subyektif menentukan bagaimana pekerjaan itu memuaskan.
Pengertian
Kepuasan Kerja menurut Tiffin (1958) dalam Moch. As’ad ( 1995 : 104 ) kepuasan
kerja berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya
sendiri, situasi kerja, kerjasama antara pimpinan dengan karyawan. Sedangkan
menurut Blum (1956) dalam Moch. As’ad ( 1995 : 104 ) mengemukakan bahwa
kepuasan kerja merupakan sikap umum yang merupakan hasil dari beberapa sikap
khusus terhadap faktor – faktor pekerjaan, penyesuaian diri dan hubungan sosial
individu diluar kerja.
Dari
batasan - batasan mengenai kepuasan kerja tersebut, dapat disimpulkan secara
sederhana bahwa kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap pekerjaannya.
Ini berarti bahwa konsepsi kepuasan kerja melihatnya sebagai hasil interaksi
manusia terhadap lingkungan kerjanya. Di samping itu, perasaan seseorang
terhadap pekerjaan tentulah sekaligus merupakan refleksi dari sikapnya terhadap
pekerjaan. Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual.
Setiap individu akan memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan
sistem nilai – nilai yang berlaku dalam dirinya. Ini disebabkan karena adanya
perbedaan pada masing – masing individu. Semakin banyak aspek-aspek dalam
pekerjaan yang sesuai dengan keinginan individu, maka akan semakin tinggi
tingkat kepuasan yang dirasakan, dan sebaliknya.
Kepuasan
kerja adalah sikap emosional yang menyenangkan dan mencintai pekerjaannya.
Sikap ini dicerminkan oleh moral kerja, kedisiplinan dan prestasi kerja.
Kepuasan kerja dinikmati dalam pekerjaan, luar pekerjaan, dan kombinasi dalam
dan luar pekerjaan. Malayu S.P. Hasibuan (2006:202).
Kepuasan
kerja merupakan suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, selisih antara
banyaknya ganjaran yang diterima seorang pegawai dan banyaknya yang mereka
yakini apa yang seharusnya mereka terima (Stephen P. Robbins, 1996 : 26).
Kepuasan
kerja adalah kepuasan pegawai terhadap pekerjaannya antara apa yang diharapkan
pegawai dari pekerjaan/kantornya “ (Davis, 1995 : 105). Dalam bukunya,
“Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi “,Robbins mengatakan: “ Kepuasan
kerja adalah sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya.
Pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja, atasan, peraturan dan
kebijakan organisasi, standar kinerja, kondisi kerja dan sebagainya. Seorang
dengan tingkat kepuasan kerja tinggi menunjukkan sikap positif terhadap kerja
itu, sebaliknya seseorang tidak puas dengan pekerjaannya menunjukkan sikap
negatif terhadap kerja itu. (Robbins, 1996 : 179).
B. DAMPAK
KEPUASAN DAN KETIDAKPUASAN KERJA
A. Dampak
Kepuasan Kerja
1. Produktifitas
atau kinerja (Unjuk Kerja) Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang
tinggi menyebabkan peningkatan dari kepuasan kerja hanya jika tenaga kerja
mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima
kedua-duanya adil dan wajar dan diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul.
Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan ekstrinsik yang
berasosiasi dengan unjuk kerja, maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan
berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja. Asad (2004, p. 113).
2. Ketidakhadiran
dan Turn Over Porter & Streers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan berhenti
bekerja merupakan jenis jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran
lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan demikian kurang mungkin mencerminkan
ketidakpuasan kerja. dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti
bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan
dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins (1996) ketidakpuasan kerja pada
tenaga kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara.
Misalnya, selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang,
mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung jawab
pekerjaan mereka.
B. Dampak
Ketidakpuasan Kerja
Empat
cara mengungkapkan ketidakpuasan karyawan, (p. 205) :
1. Keluar
(Exit):
Ketidakpuasan
kerja yang diungkapkan dengan meninggalkan pekerjaan. Termasuk mencari
pekerjaan lain.
2. Menyuarakan
(Voice):
Ketidakpuasan
kerja yang diungkap melalui usaha aktif dan konstruktif untuk memperbaiki
kondisi termasuk memberikan saran perbaikan, mendiskusikan masalah dengan
atasannya.
3. Mengabaikan
(Neglect):
Kepuasan
kerja yang diungkapkan melalui sikap membiarkan keadaan menjadi lebih buruk,
termasuk misalnya sering absen atau dating terlambat, upaya berkurang,
kesalahan yang dibuat makin banyak.
4. Kesetiaan
(Loyalty):
Ketidakpuasan
kerja yang diungkapkan dengan menunggu secara pasif sampai kondisinya menjadi
lebih baik, termasuk membela perusahaan terhadap kritik dari luar dan percaya
bahwa organisasi dan manajemen akan melakukan hal yang tepat untuk memperbaiki
kondisi.
5. Kesehatan
Meskipun
jelas bahwa kepuasan kerja berhubungan dengan kesehatan, hubungan kausalnya
masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat dari fungsi
fisik mental dan kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari
kepuasan kerja dan kesehatan mungkin saling mengukuhkan sehingga peningkatan
dari yang satu dapat meningkatkan yang lain dan sebaliknya penurunan yang satu
mempunyai akibat yang negatif.
C. TEORI
–TEORI KEPUASAN KERJA
Teori
tentang kepuasan kerja yang telah cukup terkenal adalah :
a. Teori
Ketidaksesuaian (Discrepancy theory).
Teori
ini mengukur kepuasan kerja seseorang dengan menghitung selisih antara sesuatu
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan. Sehingga apabila kepuasannya
diperoleh melebihi apa yang diinginkan, maka orang akan menjadi
lebih puas lagi, sehingga terdapat disparancy, tetapi merupakan disparancyyang
positif. Kepauasan kerja seseorang tergantung pada selisih antara sesuatu yang
dianggap akan didapatkan dengan apa yangdicapai.
b. Teori
Keadilan (Equity theory).
Teori
ini mengungkapkan bahwa orang yang akan merasa puas atau tidak puas, tergantung
pada ada atau tidaknya ada atau tidaknya keadilan dalam suatu situasi.,
khususnya situasi kerja. Menurut teori ini komponen utama dalam teori keadilan
adalah input, hasil keadilan dan ketidakadilan. Input adalah faktor bernilai
bagi karyawan yang dianggap mendukung pekerjaannya seperti pendidikan,
pangalaman, kecakapan, jumlah tugas dan peralatan atau perlengkapan yang
digunakan untuk melakukan pekerjaannya.
Hasilnya
adalah sesuatu yang diangap bernilai oleh seorang karyawan yang diperoleh dari
pekerjaannya seperti upah/gaji, keuntungan sampingan, simbol, status, pengahargaan
dan kesempatan untuk berhasil atau aktualisasi diri.
Sedangkan orang selalu membandingkan dapat
berupa serseorang di perusahaan yang sama, atau ditempat lain atau bisa pula
dengan dirinya dimasa lalu.
Menurut teori ini, setiap karyawan akan
membandingkan rasio input hasil orang lain. Bila perbandingan itu dianggap
cukup adil, maka karyawan akan merasa puas. Bila perbandingan itu tidak
seimbang tetapi menguntungkan bisa menimbulkan kepuasan, tetapi bisa pula
tidak. Tetapi bila perbandingan itu tidak seimbang akan timbul ketidak puasan.
c. Teori
dua faktor (Two factor theory).
Menurut
teori ini kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja itu merupakan hal yang
berbeda. Kepuasan dan ketidakpuasan terhadap terhadap pekerjaan itu bukan suatu
variabel yang kontinu. Teori ini merumuskan karakteristik pekerjaan menjadi dua
kelompok yaitu satisfies atau motivator dan disatisfies. Satisfies adalah
faktor-faktor atau situasi yang dibutuhkan sebagai sumber kepuasn kerja yang terdiri dari : pekerjaan yang menarik, penuh tantangan, ada
kesempatan untuk berprestasi, kesempatan memperoleh pengghargaan dan promosi.
Terpenuhinya
faktor-faktor tersebut akan menimbulkan kepuasan, namun tidak terpenuhinya
faktor ini tidak selalu mengakibatkan ketidak puasan. Disatisfies adalah
faktor-faktor yang menjadi sumber ketidakpuasan, yang terdiri dari : gaji/upah,
pengawasan, hubungan antar personal, kondisi kerja dan status. Faktor ini
diperlukan untuk memenuhi dorongan biologis serta kebutuhan dasar karyawan.
Jika tidak terpenuhi faktor ini, karyawan tidak akan puas. Namun, jika besarnya
faktor ini memadai untuk memenuhi kebutuhan tersebut, karyawan tidak akan
kecewa meskipun belum terpuaskan.
d. Teori
Motivator-Hygiene (M-H)
Salah
satu teori yang menjelaskan mengenai kepuasan kerja adalah teori motivator –
hygiene (M-H) yang dikembangkan oleh Frederick Herzberg. Teori H-M sebenarnya
berujung pada kepuasan kerja. Namun penelitian menunjukan hubungan yang positif
antara kepuasan kerja dan turnover SDM serta antara kepuasan kerja dan komitmen
SDM.
Pada
intinya, teori H-M justru kurang sependapat dengan pemberian balas jasa yang
tinggi, seperti strategi golden handcuff, karena balas jasa yang tinggi hanya
mampu menghilangkan ketidakpuasan kerja dan tidak mampu mendatangkan kepuasan
kerja (balas jasa hanyalah faktor hygiene, bukan motivator). Untuk mendatangkan
kepuasan kerja, Hezberg menyarankan agar perusahaan melakukan job enrichment,
yaitu suatu upaya menciptakan pekerjaan dengan tantangan, tanggung jawab, dan
otonomi yang lebih besar.
Dalam
dunia kerja kepuasan itu salah satunya bisa mengacu kepada kompensasi yang
diberikan oleh pengusaha, termasuk gaji atau imbalan dan fasilitas kerja
lainnya seperti, rumah dinas dan kendaraan kerja.Konteks “puas” dapat ditinjau
dari dua sisi, yaitu individu akan merasa puas apabila dia mengalami hal-hal :
ü Apabila hasil atau imbalan yang didapat
individu tersebut labih dari yang diharapkan. Masing-masing individu memiliki
target pribadi, apabila mereka termotivasi untuk mendapatkan target tersebut,
mereka akan bekerja keras.
ü Pencapaian
hasil dari kerja keras tersebut akan membuat individu merasa puas. Apabila
hasil yang dicapai lebih besar daripada standar yang ditetapkan. Apabila
individu memperoleh hasil yang lebih besar dari standar yang ditetapkan oleh
perusahaan, maka individu tersebut memiliki produktivitas yang tinggi dan layak
mendapatkan penghargaan dari perusahaan.
ü Apabila
yang didapat oleh karyawan sesuai dengan persyaratan yang diminta dan ditambah
dengan ekstra yang menyenangkan, konsisten untuk setiap saat serta dapat
ditingkatkan setiap waktu.
Salah
satu model teori yang berkaitan dengan kepuasan kerja, yaitu teori yang
dikemukakan oleh Edward Lawler yang dikenal dengan Equity Model Theory atau
teori kesetaran. Initnya teori ini menjelaskan kepuasan dan ketidakpuasan
dengan pembayaran, perbedaan antara jumlah yang diterima dengan jumlah yang
dipersepsikan oleh karyawan lain merupakan penyebab utama terjadinya
ketidakpuasan. Untuk itu pada dasarnya ada tiga tingkatan pembayaran, yaitu :
1. Memenuhi
kebutuhan dasar karyawan.
2. Memenuhi
harapan karyawan sedemikian rupa, sehingga mungkin tidak mau pindah kerja
ketempat lain.
3. Memenuhi
keinginan karyawan dengan mendapat lebih dari apa yang diharapkan.
Sementara
itu, sesuai dengan teori keinginan relatif atau Relative Deprivatioan Theory
dalam (Veithzal Rivai, 2004:477), ada enam keputusan penting menyangkut
kepuasan dengan pembayaran, menurut teori ini adalah :
·
Perbedaan antara apa yang diharapkan
dengan kenyataan
·
Ekspektasi untuk menerima pembayaran lebih
·
Ekspektasi yang rendah terhadap masa depan
·
Perasaan untuk memperoleh lebih dari yang
diinginkan
·
Perasaan secara personal tidak bertanggung
jawab terhadap hasil yang buruk
Apakah
kepuasan kerja para pegawai dapat ditingkatkan atau tidak, tergantung dari
apakah kompensasi yang diberikan kepadanya telah memenuhi harapan dan
keinginannya atau belum. Jika kinerja yang lebih baik dapat meningkatkan
imbalan bagi karyawan secara adil dan seimbang, maka kepuasan kerja akan
meningkat. Dalam kasus lain, kepuasan kerja karyawan merupakan umpan balik yang
mempengaruhi self-image dan motivasi untuk meningkatkan kinerja.
D. FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI KEPUASAN KERJA
1. Faktor
Yang Menimbulkan Kepuasan Kerja
Menurut
Baron & Byrne (1994) ada dua kelompok faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja. Faktor pertama yaitu faktor organisasi yang berisi kebijaksanaan
perusahaan dan iklim kerja. Faktor kedua yaitu faktor individual atau
karakteristik karyawan. Pada faktor individual ada dua predictor penting
terhadap kepuasan kerja yaitu status dan senioritas. Status kerja yang rendah
dan pekerjaan yang rutin akan banyak kemungkinan mendorong karyawan untuk
mencari pekerjaan lain, hal itu berarti dua faktor tersebut dapat menyebabkan
ketidakpuasan kerja dan karyawan yang memiliki ketertarikan dan tantangan kerja
akan lebih merasa puas dengan hasil kerjanya apabila mereka dapat menyelesaikan
dengan maksimal. (p.45). Pendekatan Wexley dan Yukl (1977) berpendapat bahwa
pekerjaan yang terbaik bagi penelitian-penelitian tentang kepuasan kerja adalah
dengan memperhatikan baik faktor pekerjaan maupun faktor individunya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu gaji, kondisi kerja, mutu
pengawasan, teman sekerja, jenis pekerjaan, keamanan kerja dan kesempatan untuk
maju serta faktor individu yang berpengaruh adalah kebutuhan-kebutuhan yang
dimilikinya, nilai-nilai yang dianut dan sifat-sifat kepribadian. (p.35).
Pendapat
yang lain dikemukan oleh Ghiselli dan Brown, mengemukakan adanya lima faktor
yang menimbulkan kepuasan kerja, yaitu:
a. Kedudukan
(posisi)
Umumnya
manusia beranggapan bahwa seseorang yang bekerja pada pekerjaan yang lebih
tinggi akan merasa lebih puas daripada karyawan yang bekerja pada pekerjaan
yang lebih rendah. Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa hal tersebut
tidak selalu benar, tetapi justru perubahan dalam tingkat pekerjaanlah yang
mempengaruhi kepuasan kerja.
b. Pangkat
(golongan)
Pada
pekerjaan yang mendasarkan perbedaan tingkat (golongan), sehingga pekerjaan
tersebut memberikan kedudukan tertentu pada orang yang melakukannya. Apabila
ada kenaikan upah, maka sedikit banyaknya akan dianggap sebagai kenaikan
pangkat, dan kebanggaan terhadap kedudukan yang baru itu akan merubah perilaku
dan perasaannya.
c. Umur
Dinyatakan
bahwa ada hubungan antara kepuasan kerja dengan umur karyawan. Umur di antara
25 tahun sampai 34 tahun dan umur 40 sampai 45 tahun adalah merupakan umur-umur
yang bisa menimbulkan perasaan kurang puas terhadap pekerjaan.
d. Jaminan
finansial dan jaminan sosial
Masalah
finansial dan jaminan sosial kebanyakan berpengaruh terhadap kepuasan kerja.
e. Mutu
pengawasan
Hubungan
antara karyawan dengan pihak pimpinan sangat penting artinya dalam menaikkan
produktifitas kerja. Kepuasan karyawan dapat ditingkatkan melalui perhatian dan
hubungan yang baik dari pimpinan kepada bawahan, sehingga karyawan akan merasa
bahwa dirinya merupakan bagian yang penting dari organisasi kerja (sense of belonging). As’ad (2004, p.
112).
Sedangkan
Faktor-faktor yang memberikan kepuasan kerja menurut Blum (1956) sebagai
berikut:
a. Faktor individual, meliputi umur, kesehatan,
watak dan harapan.
b. Faktor
sosial, meliputi hubungan kekeluargaan, pandangan masyarakat, kesempatan
berkreasi, kegiatan perserikatan pekerja, kebebasan berpolitik, dan hubungan
kemasyarakatan.
c. Faktor
utama dalam pekerjaan, meliputi upah, pengawasan, ketentraman kerja, kondisi
kerja, dan kesempatan untuk maju. Selain itu juga penghargaan terhadap
kecakapan, hubungan sosial di dalam pekerjaan, ketepatan dalam menyelesaikan
konflik antar manusia, perasaan diperlakukan adil baik yang menyangkut pribadi
maupun tugas. As’ad (2004, p.114).
Berbeda
dengan pendapat Blum ada pendapat lain dari Gilmer (1966) tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi kepuasan kerja sebagai berikut:
a. Kesempatan
untuk maju
Dalam
hal ini ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh pengalaman dan peningkatan
kemampuan selama kerja.
b. Keamanan
kerja
Faktor
ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan kerja, baik bagi karyawan pria
maupun wanita. Keadaan yang aman sangat mempengaruhi perasaan karyawan selama
kerja.
c. Gaji
Gaji
lebih banyak menyebabkan ketidakpuasan, dan jarang orang mengekspresikan
kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang diperolehnya.
d. Perusahaan
dan manajemen
Perusahaan
dan manajemen yang baik adalah yang mampu memberikan situasi dan kondisi kerja
yang stabil. Faktor ini yang menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan
(Supervise)
Bagi
karyawan, supervisor dianggap sebagai figur ayah dan sekaligus atasannya.
Supervisi yang buruk dapat berakibat absensi dan turn over.
f. Faktor
intrinsik dari pekerjaan
Atribut
yang ada pada pekerjaan mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya
serta kebanggaan akan tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
g. Kondisi
kerja
Termasuk di sini adalah kondisi tempat,
ventilasi, penyinaran, kantin dan tempat parkir.
h. Aspek
sosial dalam pekerjaan
Merupakan
salah satu sikap yang sulit digambarkan tetapi dipandang sebagai faktor yang
menunjang puas atau tidak puas dalam kerja.
i. Komunikasi
Komunikasi
yang lancar antar karyawan dengan pihak manajemen banyak dipakai alasan untuk
menyukai jabatannya. Dalam hal ini adanya kesediaan pihak atasan untuk mau
mendengar, memahami dan mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat
berperan dalam menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
j. Fasilitas
Fasilitas rumah sakit, cuti, dana pensiun,
atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan apabila dapat dipenuhi akan
menimbulkan rasa puas. As’ad (2004,p. 115)
Penelitian
yang dilakukan oleh Caugemi dan Claypool (1978) menemukan bahwa hal-hal yang
menyebabkan rasa puas adalah:
1.
Prestasi
2.
Penghargaan
3.
Kenaikan jabatan
4.
Pujian.
2. Faktor
Yang Menyebabkan Ketidakpuasan
Sedangkan
faktor-faktor yang menyebabkan ketidakpuasan adalah:
1.
Kebijaksanaan perusahaan
2.
Supervisor
3.
Kondisi kerja
4.
Gaji
Burt
mengemukakan pendapatnya tentang faktor-faktor yang dapat menimbulkan kepuasan
kerja. Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
1.
Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:
a.
Hubungan antara manajer dengan karyawan
b.
Faktor fisik dan kondisi kerja
c.
Hubungan sosial di antara teman sekerja
d.
Emosi dan situasi kerja
2.
Faktor individual, yaitu yang berhubungan dengan:
a.
Sikap orang terhadap pekerjaannya
b.
Umur orang sewaktu bekerja
c.
Jenis kelamin
3.
Faktor-faktor luar (extern), yaitu berhubungan dengan faktor-faktor yang
mendorong karyawan yang berasal dari luar selain dirinya sendiri, yaitu:
a.
Keadaan keluarga karyawan
b.
Rekreasi
c.
Pendidikan (training, up grading dan sebagainya). As’ad (2004,p.112).
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan
indikator yang menimbulkan kepuasan kerja tersebut di atas akan dapat dipahami
sikap individu terhadap pekerjaan yang dilakukan. Karena setiap individu akan
memiliki tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem nilai yang
berlaku pada dirinya. Ini disebabkan adanya perbedaan persepsi pada
masing-masing individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu tersebut maka semakin tinggi tingkat kepuasan yang
dirasakannya. Oleh karenanya sumber kepuasan seorang karyawan secara subyektif
menentukan bagaimana pekerjaan yang dilakukan memuaskan. Meskipun untuk batasan
kepuasan kerja ini belum ada keseragaman tetapi yang jelas dapat dikatakan
bahwa tidak ada prinsip-prinsip ketetapan kepuasan kerja yang mengikat dari
padanya.
Kepuasan
kerja seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor, tidak hanya gaji, tetapi
terkait dengan pekerjaan itu sendiri, dengan faktor lain seperti hubungan
dengan atasan, rekan kerja, lingkungan kerja, dan aturan-aturan. Berdasarkan
ini para ahli mengklasifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja
yang berkaitan dengan beberapa aspek, yaitu :
1. Gaji,
yaitu jumlah bayaran yang diterima seseorang sebagai akibat dari pelaksanaan
kerja, apakah sesuai dengan kebutuhan dan dirasakan adil.
2. Pekerjaan
itu sendiri, yaitu isi pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang, apakah memiliki
elemen yang memuaskan.
3. Rekan
sekerja, yaitu teman-teman kepada siapa seseorang senantiasa berinteraksi dalam
pelaksanaan pekerjaan. Seseorang dapat merasakan rekan kerjanya sangat
menyenangkan atau tidak menyenangkan.
4. Atasan,
yaitu seseorang yang senantiasa memberikan perintah atau petunjuk dalam
pelaksanaan kerja. Cara-cara atasan dapat tidak menyenangkan bagi seseorang
atau menyenangkan, dan hal ini dapat mempengaruhi kepuasan kerja.
5. Promosi,
yaitu kemungkinan seseorang dapat berkembang melalui kenaikan jabatan.
Seseorang dapat merasakan adanya kemungkinan yang besar untuk naik jabatan atau
tidak, proses kenaikan jabatan kurang terbuka atau terbuka. Ini juga dapat
mempengaruhi tingkat kepuasan kerja seseorang.
6. Lingkungan
kerja, yaitu lingkungan fisik dan psiologis.
DAFTAR PUSTAKA
Davis,
1995. Perilaku Organisasi : Konsep, Kontroversi, hal : 10
Hasibuan, Melayu SP, 2001. Manajemen
Sumber Daya Manusia, Edisi Revisi : Bumi Aksara
Robbins, Stephans. 1996, Organization
Bahaviour, Seventh Edition, A Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs,
New Jersey 07632.
Komentar
Posting Komentar